Easton memberikan definisi kebijakan publik sebagai ”the authoritative allocation of values for the whole society….” (House, Peter and Joseph Coleman, 1980:5). Berdasarkan definisi tersebut, Easton menegaskan bahwa hanya pemerintahlah yang sah untuk berbuat sesuatu pada masyarakat dalam bentuk pengalokasian nilai-nilai masyarakat. Hal ini karena pemerintah termasuk ke dalam apa yang disebutkan Easton sebagai “authorities in political system” yaitu : para penguasa dalam suatu sistem politik yang terlibat dalam masalah sehari-hari yang telah menjadi tanggung jawabnya.
Sedangkan menurut Anderson “public policies are those policy developed by governmental bodies and officials”. Menurut Anderson implikasi dari pengertian kebijkan public (public policy) adalah :
- Bahwa kebijakan publik selalu memiliki tujuan tertentu atau tindakan yang berorientasi pada tujuan;
- Bahwa kebijakan itu berisi tindakan-tindakan atau pola-pola tindakan pejabat-pejabat pemerintah;
- Kebijakan itu merupakan apa yang benar-benar dilakukan pemerintah;
- Kebijakan publik dapat berupa kebijakan yang positif dan negatif. Kebijakan positif menurut pemerintah adalah melakukan sesuatu sedangkan kebijakan negatif merupakan kebijakan untuk tidak melakukan sesuatu;
- Kebijkan pemerintah yang bersifat positif didasarkan atau dilandaskan pada peraturan perundang-undangan yang bersifat memaksa.
Selanjutnya Thomas Dye (dalam Subarsono, 2006:2) menjelaskan definisi kebijakan adalah : apapun pilihan pemerintah untuk melakukan atau tidak melakukan “public policy is whatever government choose do or not to do”. Konsep kebijakan tersebut mencakup suatu tindakan dengan tujuan tertentu yang dilakukan atau tidak dilakukan oleh pemerintah dalam menghadapi masalah publik. Dengan demikian, kebijakan publik tidak hanya mencakup tindakan yang dilakukan oleh pemerintah, akan tetapi ketika pemerintah tidak melakukan suatu tindakan pun dapat dikatakan sebagai kebijakan publik karena mempunyai pengaruh yang sama dengan pemerintah melakukan sesuatu dalam mengatasi persoalan publik.
Kebijakan publik sering kali terbentuk dari kompromi politis diantara para perumus dan tidak seorangpun perumus kebijakan merupakan pencetus murni dari masalah yang disepakati. Kebijakan lahir dari sistem perumusan kebijakan. Dalam hal penyusunan kebijakan terdapat tahap-tahap yang harus dilaksanakan secara bebrurutan :
- Penyusunan Agenda, para pejabat yang dipilh dan diangkat menetapkan masalah pada agenda publik. Sebelumnya masalah-masalah ini berkopempetisi terlebih dahulu untuk dapat masuk pada agenda kebijakan, yang pada akhirnya nanti beberapa masalah masuk kedalam agenda kebijakan para perumus kebijakan. Pada tahap ini, masalah-masalah tersebut diseleksi menurut skala prioritasnya.
- Formulasi Kebijakan, masalah yang telah masuk kedalam agenda kebijakan kemudian dibahas oleh pembuat kebijakan, masalah tersebut didifinisikan untuk kemudian dicarikan pemecahan masalah terbaik dari berbagai alternatif yang ada.
- Adopsi Kebijakan, dari sekian banyak alternatif kebijakan yang ditawarkan oleh para perumus kebijakan yang pada akhirnya salah satu dari alternatif kebijakan tersebut diadopsi dengan dukungan mayoritas legislatif, konsensus antara direktur lembaga atau keputusan peradilan.
- Implementasi Kebijakan, program kebijakan yang telah diambil sebagai alternatif pemecahan masalah harus diimplementasikan, yakni dilaksanakan oleh badan-badan administrasi maupun agen-agen pemerintah ditingkat bawah.
- Evaluasi Kebijakan, pada tahap ini, kebijakan yang telah telah dilaksanakan akan dievaluasi untuk melihat sejauh mana kebijakan yang dibuat mampu memecahkan masalah. Kebijakan publik pada dasarnya dibuat untuk meraih dampak yang diinginkan. Oleh karena itu, ditentukanlah ukuran-ukuran atau kriteria yang menjadi dasar untuk menilai apakah kebijakan publik telah meraih tujuan yang diinginkan (Budi Winarno, 2004:28).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar