Minggu, 19 Februari 2012

" il mio piccolo angelo "

                                                                             Viersyah Rizqyta Azzahrah 13-09-2007      

Jumat, 17 Februari 2012

Proses Belajar Mengajar

Pengertian Belajar 
Belajar adalah suatu aktivitas yang dilakukan secara sadar untuk mendapatkan sejumlah kesan dari bahan yang telah dipelajari (Bari Djamarah, 1994:21). Sedangkan Menurut James O. Wittaker belajar dapat didefinisikan sebagai proses dimana tingkah laku ditimbulkan atau diubah melalui latihan atau pengalaman. Pengertian belajar menurut Witherington yang dikutip oleh Ngalim Purwanto (2004:84), “Belajar adalah suatu perubahan di dalam kepribadian yang menyatakan diri sebagai suatu pola baru dari pada reaksi yang berupa kecakapan, sikap, kebiasaan, kepandaian, atau suatu pengertian.” Menurut Slameto (2003:2), “Belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya”. 


Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu proses yang dilakukan seseorang untuk memperoleh perubahan tingkah laku, kecakapan, dan keterampilan sebagai hasil pengalamannya sendiri. Berdasarkan uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa disiplin belajar adalah ketaatan, kepatuhan, ketertiban yang dimiliki seseorang siswa dalam kegiatan belajar sehingga diperoleh suatu perubahan tingkah laku, kecakapan, dan keterampilan. Lain halnya dengan pendapat Howard L. Kingsley (dalam Dalyono, 2006:104) belajar adalah proses dimana tingkah laku (dalam arti luas) ditimbulkan atau diubah melalui praktek dan latihan. 

Dari beberapa pendapat para ahli tentang pengertian belajar adalah suatu kegiatan yang dilakukan dengan melibatkan dua unsur yaitu jiwa dan raga. Gerak raga yang ditunjukkan harus sejalan dengan proses jiwa untuk mendapatkan perubahan sebagai hasil dari proses belajar. Sehingga dilihat dari pengertian prestasi dan belajar tersebut maka dapat diambil kesimpulan prestasi belajar adalah hasil yang diperoleh berupa kesan-kesan yang mengakibatkan perubahan. Bentuk perubahan dari hasil belajar meliputi tiga aspek, yaitu:
  1. Aspek kognitif meliputi perubahan-perubahan dalam segi penguasaan pengetahuan dan perkembangan keterampilan/kemampuan yang diperlukan untuk menggunakan pengetahuan tersebut.
  2. Aspek efektif meliputi perubahan-perubahan dalam segi sikap mental, perasaan dan kesadaran.
  3. Aspek psikomotor meliputi perubahan-perubahan dalam segi bentuk-bentuk tindakan motorik. 

Menurut Daradjat, (1995:197) Prestasi belajar siswa yang diperoleh dalam proses belajar-mengajar disekolah dapat dilihat dan diketahui dari nilai hasil ujian semester, yang kemudian dituangkan dalam daftar nilai raport. Nilai tersebut merupakan nilai yang dapat dijadikan acuan berhasil tidaknya siswa belajar serta dijadikan acuan berhasil tidaknya proses belajar mengajar di kelas. Penilaian prestasi siswa yang dicantumkan dalam rapot, bisa berbentuk angka juga berbentuk huruf. Prestasi belajar tidak hanya sebagai indikator keberhasilan dalam bidang studi tertentu yang telah dipelajarinya, akan tetapi juga keberhasilan sebagai indikator kualitas institusi pendidikan di tempat dia belajar. 

Menurut Nasution, (1995:35) belajar adalah suatu kegiatan yang membawa perubahan pada individu yang belajar. Perubahan itu tidak hanya mengenai jumlah pengetahuan melainkan juga dalam bentuk kecakapan, kebiasaan, sikap, pengertian, penghargaan, minat, penyesuaian diri, pendeknya mengenai segala aspek atau pribadi seseorang 

Selanjutnya Winkel (1989:15) mengemukakan bahwa belajar pada manusia merupakan suatu proses siklus yang berlangsung dalam interaksi aktif subyek dengan lingkungannya yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, keterampilan yang bersifat menetap/konstan. Selanjutnya menurut pendapat Sardiman (1992:22) menyatakan bahwa belajar senantiasa merupakan perubahan tingkah laku atau keterampilan dengan serangkaian kegiatan misalnya membaca, mengamati, mendengarkan dan lain sebagainya. 

Dari uraian beberapa pendapat di atas maka dapat dirumuskan defenisi belajar yaitu suatu proses untuk mencapai suatu tujuan yaitu perubahan kearah yang lebih baik. Perubahan tersebut adalah perubahan pengetahuan, pemahaman, keterampilan, sikap dan tingkah laku yang bersifat menetap. 

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (dalam Anton M. Moeliono, dkk. 1997:703). kata ”proses” mempunyai arti, yaitu: 
  1. Runtutan perubahan (peristiwa) dalam perkembangan sesuatu, kemajuan sosial berjalan terus, penyakit, kimia, reaksi kimia;
  2. Rangkaian tindakan, pembuatan, atau pengolahan yang menghasilkan produk;
  3. Perkara di pengadilan, sedang di pengadilan, verbal berita acara (laporan mengenai suatu perkara, yaitu waktu terjadinya, keterangan, dan petunjuk lain), verbal beberapa demonstran yang kini ditahan sedang dibuat, adiabatik proses yang terjadi pada suatu sistem apabila selama berlangsungnya proses tidak ada panas (kalori) yang masuk atau keluar, belajar tingkat dan fase-fase yang dilalui anak atau sasaran didik dalam mempelajari sesuatu, sosial proses pengaruh timbal balik antara berbagai bidang kehidupan, sosialisasi proses yang membawa anak pada perkenalan dan pergaulan dengan anak lain, berproses mengalami (mempunyai) proses, pengawasan dengan mekanisme komputer bisa cepat mengetahui segala angka atau data. 

Dalam proses pengajaran, unsur proses belajar memegang peranan yang penting. Mengajar adalah proses bimbingan kegiatan belajar, kegiatan belajar hanya bermakna apabila terjadi kegiatan belajar siswa/murid. Oleh karena itu, penting sekali bagi setiap guru memahami sebaik-baiknya tentang proses belajar siswa, agar dia dapat memberikan bimbingan dan menyediakan lingkungan belajar yang tepat dan serasi bagi siswanya. 

Peningkatan mutu pendidikan akan tercapai apabila proses belajar mengajar yang diselenggarakan di kelas benar-benar efektif dan berguna untuk mencapai kemampuan pengetahuan, sikap dan keterampilan yang diharapkan. Karena pada dasarnya proses belajar mengajar merupakan inti dari proses pendidikan secara keseluruhan, di antaranya guru merupakan salah satu faktor yang penting dalam menentukan berhasilnya proses belajar mengajar di dalam kelas. 

Menurut Moeslichatoen (dalam Hadis, 2006:60) bahwa pembelajaran dapat diartikan sebagai ”proses yang membuat terjadinya proses belajar yang menghasilkan suatu perubahan”. Sedangkan menurut Hadis (2006:60) bahwa pembelajaran ”suatu kegiatan atau proses di kelas untuk menghasilkan perubahan prilaku peserta didik menjadi tahu, menjadi terampil, menjadi berbudi, dan menjadi manusia yang menggunakan akal pikirannya sebelum bertindak”. 

Menurut Abu Ahmadi dan Joko Tri Prasetya (1997:33), proses belajar mengajar adalah ”suatu aspek dari lingkungan sekolah yang terorganisasi”. Lingkungan ini diatur serta diawasi agar kegiatan belajar terarah sesuai tujuan pendidikan. Pengawasan turut menentukan lingkungan itu membantu kegiatan belajar. Lingkungan belajar yang baik adalah lingkungan yang menantang dan merangsang para siswa untuk belajar, memberikan rasa aman dan kepuasan serta mencapai tujuan yang diharapkan. Salah satu faktor yang mendukung kondisi belajar di dalam satu kelas adalah ”job descreption” proses belajar mengajar yang berisi serangkaian pengertian peristiwa belajar yang dilakukan oleh kelompok-kelompok siswa. 

Pengertian pembelajaran tidak dapat dipisahkan dari pengertian belajar. Menurut Slamet (dalam Hadis, 2006:60) mengungkapkan bahwa belajar adalah ”suatu proses yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan prilaku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dan interaksinya dengan lingkungan”. Pengertian yang hampir sama dikemukakan oleh Soemanto (2006:104) bahwa, belajar adalah ”suatu proses, dan bukan suatu hasil. Karena itu belajar berlangsung secara aktif dan integratif dengan menggunakan berbagai bentuk perbuatan untuk mencapai suatu tujuan.” 

Dari beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa pembelajaran merupakan proses atau kegiatan yang memungkinkan terjadinya peristiwa belajar yang dapat menghasilkan perubahan pada pelaku belajar mengacu pada asumsi bahwa pembelajaran merupakan sistem yang terdiri atas beberapa unsur, yaitu masukan, proses dan keluaran/hasil; maka terdapat tiga jenis evaluasi sesuai dengan sasaran evaluasi pembelajaran, yaitu evaluasi masukan, proses dan keluaran/hasil pembelajaran. Evaluasi masukan pembelajaran menekankan pada evaluasi karakteristik peserta didik, kelengkapan dan keadaan sarana dan prasarana pembelajaran, karakteristik dan kesiapan guru, kurikulum dan materi pembelajaran, strategi pembelajaran yang sesuai dengan mata pelajaran, serta keadaan lingkungan dimana pembelajaran berlangsung. (Indrayanto, Dkk. 2009:203). 


Pengertian Mengajar 
Mengajar merupakan suatu perbuatan yang memerlukan tanggung jawab moral yang cukup berat. Berhasilnya pendidikan pada siswa sangat bergantung pada pertanggungjawaban guru dalam melaksanakan tugasnya. Zamroni (2000:74) mengatakan “guru adalah kreator proses belajar mengajar”. Ia adalah orang yang akan mengembangkan suasana bebas bagi siswa untuk mengkaji apa yang menarik minatnya, mengekspresikan ide-ide dan kreativitasnya dalam batas-batas norma-norma yang ditegakkan secara konsisten. Dengan demikian dapat dikemukakan bahwa orientasi pengajaran dalam konteks belajar mengajar diarahkan untuk pengembangan aktivitas siswa dalam belajar. Gambaran aktivitas itu tercermin dari adanya usaha yang dilakukan guru dalam kegiatan proses belajar mengajar yang memungkinkan siswa aktif belajar. Oleh karena itu mengajar tidak hanya sekedar menyampaikan informasi yang sudah jadi dengan menuntut jawaban verbal melainkan suatu upaya integratif ke arah pencapaian tujuan pendidikan. Dalam konteks ini guru tidak hanya sebagai penyampai informasi tetapi juga bertindak sebagai director and facilitator of learning. 

Menurut Nasution (1982:8) mengemukakan kegiatan mengajar diartikan sebagai segenap aktivitas kompleks yang dilakukan guru dalam mengorganisasi atau mengatur lingkungan sebaik-baiknya dan menghubungkannya dengan anak sehingga terjadi proses belajar. Dengan demikian proses dan keberhasilan belajar siswa turut ditentukan oleh peran yang dibawakan guru selama interaksi proses belajar mengajar berlangsung. 

Sedangkan Usman (1994:3) mengemukakan mengajar pada prinsipnya adalah membimbing siswa dalam kegiatan belajar mengajar atau mengandung pengertian bahwa mengajar merupakan suatu usaha mengorganisasi lingkungan dalam hubungannya dengan anak didik dan bahan pengajaran yang menimbulkan terjadinya proses belajar. Pengertian ini mengandung makna bahwa guru dituntut untuk dapat berperan sebagai organisator kegiatan belajar siswa dan juga hendaknya mampu memanfaatkan lingkungan, baik ada di kelas maupun yang ada di luar kelas, yang menunjang terhadap kegiatan belajar mengajar. Lain lagi dengan Burton (dalam Usman, 1994:3) menegaskan “teaching is the guidance of learning activities (mengajar adalah pedoman kegiatan pembelajaran)”. 

Menurut Hamalik (2001:44-53) mengemukakan pendapatnya bahwa mengajar dapat diartikan sebagai berikut dibawah ini: 
  1. Menyampaikan pengetahuan kepada siswa;
  2. Mewariskan kebudayaan kepada generasi muda;
  3. Usaha mengorganisasi lingkungan sehingga menciptakan kondisi belajar bagi siswa;
  4. Memberikan bimbingan belajar kepada murid;
  5. Kegiatan mempersiapkan siswa untuk menjadi warga negara yang baik;
  6. Suatu proses membantu siswa menghadapi kehidupan masyarakat sehari-hari. 

Tardif (dalam Adrian, 2004) mendefinisikan, mengajar adalah: "any action performed by an individual (the teacher) with the intention of facilitating learning in another individual (the learner)", yang berarti mengajar adalah perbuatan yang dilakukan seseorang (dalam hal ini pendidik) dengan tujuan membantu atau memudahkan orang lain (dalam hal ini peserta didik) melakukan kegiatan belajar. 

Menurut Biggs (dalam Adrian, 2004:34) seorang pakar psikologi membagi konsep mengajar menjadi 3 (tiga) macam pengertian yaitu: 
  1. Pengertian kuantitatif, mengajar diartikan sebagai “the transmission of knowledge”, yakni penularan pengetahuan. Dalam hal ini guru hanya perlu menguasai pengetahuan bidang studinya dan menyampaikan kepada siswa dengan sebaik-baiknya. Masalah berhasil atau tidaknya siswa bukan tanggung jawab pengajar.
  2. Pengertian institusional, mengajar berarti “the efficient orchestration of teaching skills”, yakni penataan segala kemampuan mengajar secara efisien. Dalam hal ini guru dituntut untuk selalu siap mengadaptasikan berbagai teknik mengajar terhadap siswa yang memiliki berbagai macam tipe belajar serta berbeda bakat, kemampuan dan kebutuhannya.
  3. Pengertian kualitatif, mengajar diartikan sebagai ”the facilitation of learning”, yaitu upaya membantu memudahkan kegiatan belajar siswa mencari makna dan pemahamannya sendiri. 

Burton (dalam Sagala, 2003:61) mengemukakan mengajar adalah upaya memberikan stimulus, bimbingan pengarahan, dan dorongan kepada siswa agar terjadi proses belajar. Berdasarkan definisi-definisi mengajar dari para pakar di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa mengajar adalah aktivitas kompleks yang dilakukan guru dalam menyampaikan pengetahuan kepada siswa, sehingga terjadi proses belajar. Aktivitas kompleks yang dimaksud antara lain adalah :
  1. Mengatur kegiatan belajar siswa;
  2. Memanfaatkan lingkungan, baik ada di kelas maupun yang ada di luar kelas, dan;
  3. Memberikan stimulus, bimbingan pengarahan, dan dorongan kepada siswa. 

Menurut Slameto (1995:29) mengajar adalah penyerahan kebudayaan berupa pengalaman dan kecakapan kepada anak didik kita. Adapun defenisi lain di negara-negara modern yang sudah maju mengatakan bahwa mengajar adalah bimbingan kepada siswa dalam proses belajar. Defenisi ini menunjukkan bahwa yang aktif adalah siswa, yang mengalami proses belajar. Guru hanya membimbing, menunjukkan jalan dengan memperhitungkan kepribadian siswa. Kesempatan untuk berbuat dan aktif berpikir lebih banyak diberikan kepada siswa. Sedangkan menurut pendapat Sudjana (2000:37) Mengajar didefinisikan sebagai alat yang direncanakan melalui pengaturan dan penyediaan kondisi yang memungkinkan siswa melakukan berbagai kegiatan belajar seoptimal mungkin. Lain lagi halnya dengan pendapat yang dikatakan Pasaribu (1983:7) mengajar adalah: “suatu kegiatan mengorganisir (mengatur) lingkungan sebaik-baiknya dengan anak sehingga terjadi proses belajar. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa mengajar adalah suatu kegiatan membimbing dan mengorganisasikan lingkungan sekitar anak didik, agar tercipta lingkungan belajar yang kondusif yang memungkinkan terjadinya proses belajar yang optimal.” 

Berdasarkan pengertian belajar dan mengajar di atas, dapat dikatakan bahwa kegiatan belajar mengajar tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Belajar merupakan proses perubahan sedangkan belajar merupakan proses pengaturan agar perubahan itu terjadi. 


Proses Belajar Mengajar 
Belajar mengajar adalah interaksi atau hubungan timbal balik antara siswa dengan gurur dan antara sesama siswa dalam proses pembelajaran. Pengertian interaksi mengandung unsur saling memberi dan menerima dalam setiap interaksi belajar mengajar ditandai dengan sejumlah unsur yaitu:
  1. Tujuan yang hendak dicapai;
  2. Siswa dan guru;
  3. Bahan pelajaran;
  4. Metode yang digunakan untuk menciptakan situasi belajar mengajar;
  5. Penilaian yang fungsinya untuk menerapkan seberapa jauh kecapaian tujuan. 

Lebih lanjut Usman dan Setiawati dalam Andriana (2006:14) mengemukakan bahwa proses belajar mengajar adalah suatu proses yang mengandung serangkaian perbuatan guru atas dasar hubungan timbal balik yang berlangsung dalam situasi yang edukatif untuk mencapai tujuan tertentu. Dalam UUSPN Nomor 20 Tahun 2003 menyatakan bahwa proses belajar mengajar (proses pembelajaran) adalah “proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajaar”. Pada proses belajar mengajar ini terjadi komunikasi dua arah dalam mempelajari suatu materi pelajaran, pertama adalah mengajar yang dilakukan oleh pihak guru sebagai pendidik, sedangkan yang kedua adalah belajar yang dilakukan oleh siswa atau peserta didik. 

Proses belajar mengajar yang dilaksanakan bukan terpusat pada guru (teacer centered) tetapi berpusat kepada siswa (student centered). Hal ini sesuai dengan prinsip-prinsip pembelajaran berbasiskan kopetensi yang menyatakan bahwa pembelajaran yang dilakukan berpokus pada siswa (Buku I Kurikulum SMK Edisi 2004). Proses belajar mengajar yang berpokus pada siswa juga dijelaskan pada paham konstruktivisme yang menyatakan bahwa pengetahuan tidak dapat di transfer begitu saja dari seseorang kepada orang lain, tetapi harus dimaknai sendiri oleh masing-masing orang, pengetahuan bukan sesuatu yang sudah jadi, melainkan suatu proses yang berkembang terus menerus. Pada proses tersebut keaktifan seseorang yang ingin tahu sangat berperan dalam perkembangan pengetahuan (Suparno, 1997:29). 

Dunkin dan Biddle dalam Sagala (2005:63) mengemukakan, bahwa dalam pelaksanaan proses belajar mengajar, kegiatan pembelajaran akan berlangsung dengan baik jika guru mempunyai dua kompetensi utama yaitu: (1) penguasaan materi pembelajaran; (2) penguasaan metode pembelajaran. Artinya bahwa apabila proses belajar mengajar yang akan dilaksanakan berjalan dengan baik, selain guru harus menguasai materi pembelajaran, guru juga harus menguasai metode pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan materi pembelajaran.

Kamis, 16 Februari 2012

OBAT KANKER PALING AMPUH

Selama ini kita tahu bahwa kanker hanya bisa diobati dengan terapi kemo. Namun tampaknya persepsi ini harus dihapus dan dibuang sejauh-jauhnya. Kenapa? Karena sebenarnya ada obat alami untuk membunuh sel kanker yang kekuatannya SEPULUH RIBU KALI LIPAT lebih ampuh dibanding terapi kemo. Obat alami ini adalah buah yang familiar dengan orang Indonesia. Tapi kenapa kita tidak tahu? Karena salah satu perusahaan Dunia merahasiakan penemuan riset mengenai hal ini serapat2nya, mereka ingin dana riset yang di keluarkan sangat besar, selama bertahun-tahun, dapat kembali lebih dulu plus keuntungan berlimpah dengan cara membuat pohon Graviola Sintetis sebagai bahan baku obat dan obatnya di jual ke pasar dunia… Memprihatinkan, beberapa orang meninggal sia2, mengenaskan, karena keganasan kanker, sedangkan perusahaan raksasa, pembuat obat dengan omzet milyaran dollar menutup rapat-rapat rahasia keajaiban pohon graviola ini. Pohonnya rendah, di brazil dinamai "Graviola", di Spanyol "Guanabana" bahasa inggrisnya "soursop". Di Indonesia, ya buah "sirsak". Buahnya berduri lunak, daging buah berwarna putih, rasanya manis2 kecut/asam, dimakan dengan cara membuka kulitnya atau di buat jus. Khasiat dari buah sirsak ini memberikan effek anti tumor/kanker yang sangat kuat, dan terbukti secara medis menyembuhkan segala jenis kanker. Selain menyembuhkan kanker, buah sirsak juga berfungsi sebagai anti bakteri, anti jamur (fungi), efektif melawan berbagai jenis parasit/cacing, menurunkan tekanan darah tinggi, depresi, stress, dan menormalkan kembali system syaraf yang kurang baik. 

Salah satu contoh betapa pentingnya keberadaan Health Science Institute bagi orang-orang amerika adalah institute ini membuka tabir rahasia buah ajaib ini. Fakta yang mencengangkan adalah : jauh dipedalaman hutan amazon, tumbuh "pohon ajaib", yang akan merubah cara berpikir anda, dokter anda, dan dunia mengenai proses penyembuhan kanker dan harapan untuk bertahan hidup. Tidak ada yang bisa menjanjikan lebih dari hal ini, untuk masa-masa yang akan datang. Riset membuktikan "pohon ajaib" dan buahnya ini bisa :
  • Menyerang sel kanker dengan aman dan efektif secara alami, Tanpa rasa mual, berat badan turun, rambut rontok, seperti yang terjadi pada terapi kemo;
  • Melindungi sistim kekebalan tubuh dan mencegah dari infeksi yang mematikan;
  • Pasien merasakan lebih kuat, lebih sehat selama proses perawatan/penyembuhan.
  • Energi meningkat dan penampilan fisik membaik. 
Sumber berita sangat mengejutkan ini berasal dari salah satu pabrik obat terbesar di Amerika. Buah Graviola di-test di lebih dari 20 Laboratorium, sejak tahun 1970-an sampai beberapa tahun berikutnya. Hasil test dari ekstrak (sari) buah ini adalah :
  1. Secara efektif memilih target dan membunuh sel jahat dari 12 tipe kanker yang berbeda, diantaranya kanker : Usus Besar, Payu Dara, Prostat, Paru-Paru, dan Pankreas.
  2. Daya kerjanya 10.000 kali lebih kuat dalam memperlambat pertumbuhan sel kanker dibandingkan dengan Adriamicin dan Terapi Kemo yang biasa di gunakan.
  3. Tidak seperti terapi kemo, sari buah ini secara selektif hanya memburu dan membunuh sel-sel jahat dan TIDAK membahayakan/membunuh sel-sel sehat. 
Riset telah di lakukan secara ekstensive pada ”pohon ajaib” ini, selama bertahun-tahun tapi kenapa kita tidak tahu apa-apa mengenai hal ini? jawabnya adalah : begitu mudah kesehatan kita, kehidupan kita, dikendalikan oleh yang memiliki uang dan kekuasaan. Salah satu perusahaan obat terbesar di Amerika dengan omzet milyaran dollar melakukan riset luar biasa pada pohon Graviola yang tumbuh dihutan Amazon ini. Ternyata beberapa bagian dari pohon ini: Kulit kayu, akar, daun, daging buah dan bijinya, selama berabad-abad menjadi obat bagi suku Indian di Amerika selatan untuk menyembuhkan: sakit jantung, asma, masalah liver (hati) dan reumatik. Dengan bukti-bukti ilmiah yang minim, perusahaan mengucurkan dana dan sumber daya manusia yang sangat besar guna melakukan riset dan aneka test. Hasilnya sangat mencengangkan. Graviola secara ilmiah terbukti sebagai mesin pembunuh sel kanker. Tapi… kisah Graviola hampir berakhir disini. Kenapa? Dibawah undang-undang federal, sumber bahan alami untuk obat DILARANG/TIDAK BISA dipatenkan. Perusahaan menghadapi masalah besar, berusaha sekuat tenaga dengan biaya sangat besar untuk membuat sinthesa/cloning dari Graviola ini agar bisa di patenkan sehingga dana yang di keluarkan untuk riset dan aneka test bisa kembali, dan bahkan meraup keuntungan besar. Tapi usaha ini tidak berhasil. Graviola tidak bisa di-kloning. Perusahaan gigt jari setelah mengeluarkan dana milyaran dollar untuk riset dan aneka test. Ketika mimpi untuk mendapatkan keuntungan lebih besar ber-angsur-angsur memudar, kegiatan riset dan test juga berhenti. Lebih parah lagi, perusahaan menutup proyek ini dan memutuskan untuk TIDAK mempublikasikan hasil riset ini. Beruntunglah, ada salah seorang Ilmuwan dari team riset tidak tega melihat kekejaman ini terjadi. Dengan mengorbankan karirnya, dia menghubungi sebuah perusahaan yang biasa mengupulkan bahan-bahan alami dari hutan amazon untuk pembuatan obat. 

Ketika para pakar risetdari Health Science Institute mendengar berita keajaiban Graviola, mereka mulai melakukan riset. Hasilnya sangat mengejutkan. Graviola terbukti sebagai pohon pembunuh sel kanker yang efektif. The National Cancer InstD Sejak 1976, Graviola telah terbukti sebagai pembunuh selitute mulai melakukan riset ilmiah yang pertama pada tahun 1976. hasilnya membuktikan bahwa daun dan batang kayu Graviola mampu menyerang dan menghancurkan sel-sel jahat kanker. Sayangnya hasil ini hanya untuk keperluan intern dan tidak di publikasikan. %0 kanker yang luar biasa pada uji coba yang di lakukan leh 20 Laboratorium Independence yang berbeda. Suatu studi yang di publikasikan oleh The Journal of Natural Products meyatakan bahwa studi yang dilakukan oleh Catholic University di korea selatan, menyebutkan bahwa salah satu unsure kimia yang terkandung di dalam Graviola, mampu memilih, membedakan dan membunuh sel kanker Usus Besar dengan 10.000 kali lebih kuat dibandingkan dengan adriamicin dan Terapi Kemo. Penemuan yang paling mencolok dari study Catholic University ini adalah : Graviola bisa menyeleksi memilih dan membunuh hanya sel jahat kanker, sedangkan sel yang sehat tidak tersentuh/terganggu . Graviola tidak seperti terapi kemo yang tidak bisa membedakan sel kanker dan sel sehat, maka sel-sel reproduksi (seperti lambung dan rambut) dibunuh habis oleh terapi kemo, sehingga timbul efek negatif : rasa mual dan rambut rontok. Sebuah studi di Purdue University membuktikan bahwa daun Graviola mampu membunuh sel kanker secara efektif, terutama sel kanker : prostate, pancreas, dan Paru-paru. Setelah selama kurang lebih dari 7 tahun tidak ada berita mengenai Graviola, akhirnya berita keajaiban ini pecah juga, melalui informasi dari lembaga-lembaga tersebut di atas. Pasokan terbatas ekstrak Graviola yang di budidayakan dan di panen oleh orang- pribumi Brazil, kini bisa di peroleh di Amerika. Sirsak mempunyai manfaat yang sangat besar dalam pencegahan dan penyembuhan penyakit kanker : 
Untuk pencegahan : Disarankan makan atau minum jus buah sirsak. 
Untuk penyembuhan : 
  • 10 buah daun sirsak yang sudah tua (warna hijau tua) dicampur ke dalam 3 gelas air dan direbus terus hingga menguap dan air tinggal 1 gelas saja.
  • Air yang tinggal 1 gelas diminumkan ke penderita setiap hari 2 kali.
  • Setelah minum, efeknya katanya badan terasa panas, mirip dengan efek kemoterapi. 
Dalam waktu 2 minggu, hasilnya bisa dicek ke dokter, katanya cukup berkhasiat. Daun sirsak ini katanya sifatnya seperti kemoterapi, bahkan lebih hebat lagi karena daun sirsak hanya membunuh sel sel yang tumbuh abnormal dan membiarkan sel sel yang tumbuh normal.Sedangkan kemoterapi masih ada efek membunuh juga sebagian sel sel yang normal. Sekarang anda tahu manfaat buah sirsak yang luar biasa ini. Rasanya manis2 kecut menyegarkan. Buah alami 100% tanpa efek samping apapun. Sebar luaskan kabar baik ini kepada keluarga, saudara, sahabat,dan teman yang anda kasihi ya gan Kisah lengkap tentang Graviola, dimana memperolehnya, dan bagaimana cara memanfaatkannya, dapat di jumpai dalam Beyond Chemotherapy: New Cancer Killers, Safe as Mother's Milk, sebagai free special bonus terbitan Health Science Institute. 


SEMOGA BERMANFAAT BAGI KALIAN SEMUA

Faktor yang Mempengaruhi Kinerja

Pimpinan organisasi sangat menyadari adanya perbedaan prestasi kerja antara satu karyawan dengan karyawan lainnya, yang berada di bawah pengawasannya. Secara garis besar perbedaan kinerja ini disebabkan oleh dua faktor (Asad, 1991:49), yaitu faktor individu dan situasi kerja. 

Menurut Gibson, et al (dalam Srimulyo, 1999:39), ada 3 (tiga) perangkat variabel yang mempengaruhi perilaku dan prestasi kerja atau kinerja, yaitu sebagai berikut : 
  1. Variabel individual, terdiri dari beberapa hal yaitu sebagai berikut : (1) kemampuan dan keterampilan, yaitu : mental dan fisik; (2) latar belakang, yaitu: keluarga, tingkat sosial, penggajian, dam; (3) demografis, yaitu : umur, asal usul, jenis kelamin.
  2. Variabel organisasionalterdiri dari beberapa hal, yaitu sebagai berikut : sumberdaya; kepemimpinan; imbalan; struktur, dan; desain pekerjaan.
  3. Variabel psikologisterdiri dari beberapa hal, yaitu: persepsi, sikap, kepribadian, belajar dan motivasi. 
Sedangkan menurut Tiffin dan Mc. Cormick (dalam Srimulyo, 1999:40) yang mengatakan ada dua variabel yang dapat mempengaruhi kinerja, yaitu sebagai berikut: 
  1. Variabel individual, meliputi antara lain, sikap, karakteristik, sifat-sifat fisik, minat dan motivasi, pengalaman, umur, jenis kelamin, pendidikan, serta faktor individual lainnya.
  2. Variabel situasional, yang meliputi : (1) faktor fisik dan pekerjaan, meliputi: metode kerja, kondisi dan desain perlengkapan kerja, penataan ruang dan lingkungan fisik (penyinaran, temperatur, dan fentilasi), dan; (2) faktor sosial dan organisasi, meliputi: peraturan-peraturan organisasi, sifat organisasi, jenis latihan dan pengawasan, sistem upah serta lingkungan sosial. 
Kinerja dalam suatu organisasi akan sangat dipengaruhi oleh variabel-variabel yang ada didalamnya. Dalam suatu sekolah, antara guru yang satu dengan guru yang lain mempunyai kinerja yang berbeda. Menurut Keith Devis (1964:484) perbedaan ini disebabkan oleh tiga faktor yang mempengaruhi kinerja, yaitu: faktor kemampuan (ability), faktor motivasi (motivation), dan faktor komunikasi. Dijelaskan bahwa kinerja yang dihasilkan antara guru tersebut karena adanya faktor-faktor individu yang berbeda seperti faktor kemampuan dan faktor motivasi yang ada pada diri guru tersebut. 

Adapun penjelasan daripada faktor kemampuan (ability), faktor motivasi (motivation), dan faktor komunikasi adalah sebagai berikut :
  1. Faktor kemampuan (ability), faktor ini diterangkan bahwa kemampuan (ability) karyawan atau pegawai terdiri dari kemampuan potensi (IQ), dan kemampuan reality (knowledge + skill). Artinya, jika karyawan atau pegawai memiliki IQ diatas rata-rata (IQ 110-120) dengan pendidikan yang memadai untuk jabatannya dan terampil dalam mengerjakan pekerjaan sehari-hari, maka akan mudah mencapai kinerja yang diharapkan.
  2. Faktor motivasi (motivation), faktor motivasi ini terbentuk dari sikap (attitude) seorang guru dalam menghadapi situasi (situation) kerja. Motivasi merupakan kondisi yang menggerakkan daripada kondisi diri guru, yang terarah untuk mencapai tujuan organisasi (tujuan kerja). Sedangkan sikap mental merupakan kondisi mental yang mendorong diri guru untuk berusaha mencapai kinerja secara maksimal.
  3. Faktor komunikasi, menurut Dwidjowijoto (2004:26) komunikasi adalah : “perekat dalam organisasi, menjadi penghubung mempererat rantai-rantai manajemen untuk menggerakan organisasi dalam mencapai tujuannya serta meningkatkan kinerja”. 
Sedankan menurut Anwar (2005:67-68) ada beberapa faktor yang mempengaruhi akan pencapaian kinerja, yaitu sebagai berikut :
  1. Faktor kemampuan (ability), secara psikologis, kemampuan (ability) pegawai terdiri dari kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan reality (knowledge + skill). Artinya, setiap pegawai yang memiliki IQ diatas rata-rata dengan pendidikan yang memadai untuk jabatanya dan terampil dalam mengerjakan pekerjaannya, maka ia akan lebih mudah dalam mencapai kinerja yang diharapkan. Oleh karena itu, pegawai perlu ditempatkan sesuai dengan keahliannya.
  2. Faktor motivasi (motivation), faktor motivasi terbentuk dari sikap seorang pegawai dalam menghadapi situasi kerja. Motivasi merupakan kondisi yang menggerakan diri pegawai yang terarah untuk mencapai tujuan organisasi. Sikap mental yang mendorong diri pegawai untuk berusaha dalam mencapai kinerja secara maksimal. Sikap mental seorang pegawai adalah harus mempunyai sikap mental yang siap secara psikofisik (siap secara mental, fisik, tujuan dan situasi). Artinya, seorang pegawai harus memiliki sikap mental, dan mampu secara fisik, memahami tujuan utama serta target kerja yang akan dicapai, mampu memanfaatkan, dan menciptakan situasi kerja.

KEBIJAKAN PUBLIK

Easton memberikan definisi kebijakan publik sebagai ”the authoritative allocation of values for the whole society….” (House, Peter and Joseph Coleman, 1980:5). Berdasarkan definisi tersebut, Easton menegaskan bahwa hanya pemerintahlah yang sah untuk berbuat sesuatu pada masyarakat dalam bentuk pengalokasian nilai-nilai masyarakat. Hal ini karena pemerintah termasuk ke dalam apa yang disebutkan Easton sebagai “authorities in political system” yaitu : para penguasa dalam suatu sistem politik yang terlibat dalam masalah sehari-hari yang telah menjadi tanggung jawabnya. 

Sedangkan menurut Anderson “public policies are those policy developed by governmental bodies and officials”. Menurut Anderson implikasi dari pengertian kebijkan public (public policy) adalah : 
  1. Bahwa kebijakan publik selalu memiliki tujuan tertentu atau tindakan yang berorientasi pada tujuan;
  2. Bahwa kebijakan itu berisi tindakan-tindakan atau pola-pola tindakan pejabat-pejabat pemerintah;
  3. Kebijakan itu merupakan apa yang benar-benar dilakukan pemerintah;
  4. Kebijakan publik dapat berupa kebijakan yang positif dan negatif. Kebijakan positif menurut pemerintah adalah melakukan sesuatu sedangkan kebijakan negatif merupakan kebijakan untuk tidak melakukan sesuatu;
  5. Kebijkan pemerintah yang bersifat positif didasarkan atau dilandaskan pada peraturan perundang-undangan yang bersifat memaksa. 
Selanjutnya Thomas Dye (dalam Subarsono, 2006:2) menjelaskan definisi kebijakan adalah : apapun pilihan pemerintah untuk melakukan atau tidak melakukan “public policy is whatever government choose do or not to do”. Konsep kebijakan tersebut mencakup suatu tindakan dengan tujuan tertentu yang dilakukan atau tidak dilakukan oleh pemerintah dalam menghadapi masalah publik. Dengan demikian, kebijakan publik tidak hanya mencakup tindakan yang dilakukan oleh pemerintah, akan tetapi ketika pemerintah tidak melakukan suatu tindakan pun dapat dikatakan sebagai kebijakan publik karena mempunyai pengaruh yang sama dengan pemerintah melakukan sesuatu dalam mengatasi persoalan publik. 

Kebijakan publik sering kali terbentuk dari kompromi politis diantara para perumus dan tidak seorangpun perumus kebijakan merupakan pencetus murni dari masalah yang disepakati. Kebijakan lahir dari sistem perumusan kebijakan. Dalam hal penyusunan kebijakan terdapat tahap-tahap yang harus dilaksanakan secara bebrurutan :
  1. Penyusunan Agenda, para pejabat yang dipilh dan diangkat menetapkan masalah pada agenda publik. Sebelumnya masalah-masalah ini berkopempetisi terlebih dahulu untuk dapat masuk pada agenda kebijakan, yang pada akhirnya nanti beberapa masalah masuk kedalam agenda kebijakan para perumus kebijakan. Pada tahap ini, masalah-masalah tersebut diseleksi menurut skala prioritasnya.
  2. Formulasi Kebijakan, masalah yang telah masuk kedalam agenda kebijakan kemudian dibahas oleh pembuat kebijakan, masalah tersebut didifinisikan untuk kemudian dicarikan pemecahan masalah terbaik dari berbagai alternatif yang ada.
  3. Adopsi Kebijakan, dari sekian banyak alternatif kebijakan yang ditawarkan oleh para perumus kebijakan yang pada akhirnya salah satu dari alternatif kebijakan tersebut diadopsi dengan dukungan mayoritas legislatif, konsensus antara direktur lembaga atau keputusan peradilan.
  4. Implementasi Kebijakan, program kebijakan yang telah diambil sebagai alternatif pemecahan masalah harus diimplementasikan, yakni dilaksanakan oleh badan-badan administrasi maupun agen-agen pemerintah ditingkat bawah.
  5. Evaluasi Kebijakan, pada tahap ini, kebijakan yang telah telah dilaksanakan akan dievaluasi untuk melihat sejauh mana kebijakan yang dibuat mampu memecahkan masalah. Kebijakan publik pada dasarnya dibuat untuk meraih dampak yang diinginkan. Oleh karena itu, ditentukanlah ukuran-ukuran atau kriteria yang menjadi dasar untuk menilai apakah kebijakan publik telah meraih tujuan yang diinginkan (Budi Winarno, 2004:28).

PROFESIONALISME GURU

Istilah kata profesionalisme berasal dari ”profession”, yang dalam Kamus Inggris Indonesia, ”profession” berarti ”pekerjaan”. Sedangkan menurut pendapat dari Arifin dalam bukunya ”Kapita Selekta Pendidikan”, (1995:105)”, mengemukakan bahwa ”profession” mengandung arti yang sama dengan kata ”occupation” atau pekerjaan yang sangat memerlukan keahlian yang diperoleh melalui pendidikan atau latihan khusus.


Sedangkan menurut pendapat dari Pamudji (1994:20-21), profesionalisme adalah : 
“ a vocation or occupation requiring advanced training in some liberal art or science and usually involving mental rather than manual work, as teacing, engeneering, writing, etc (sebuah panggilan atau pekerjaan yang membutuhkan pelatihan lanjutan di beberapa seni liberal atau ilmu pengetahuan dan biasanya melibatkan mental daripada pekerjaan manual, sebagai teacing, teknik, menulis). "
Dari kata dasar profesionalisme ini kemudian muncul kata jadian profesional yang artinya Engage in special occupation for pay etc. dan profesionalisme yang artinya profesional quality, status, etc. Selanjutnya Pamuji mengartikan orang yang profesional memiliki atau dianggap memiliki keahlian, akan melakukan kegiatan-kegiatan diantaranya pelayanan publik dengan mempergunakan keahliannya itu sehingga menghasilkan pelayanan publik yang lebih baik mutunya, lebih cepat prosesnya, mungkin lebih bervariasi yang kesemuanya mendatangkan kepuasan pada masyarakat. 

Sedangkan menurut pendapat dari Poerwopoespito & Utomo (2000:266), mengatakan bahwa profesionalisme berarti faham yang menempatkan profesi sebagai titik perhatian utama dalam hidup seseorang. Orang yang menganut faham profesionalisme se-lalu menunjukkan sikap profesional dalam bekerja dan dalam keseharian hidupnya. 

Profesional adalah orang yang terampil, handal, dan sangat bertanggungjawab dalam menjalankan profesinya. Orang yang tidak mempunyai integritas biasanya tidak profesional. Profesionalisme pada intinya adalah kompetensi untuk melaksanakan tugas dan fungsinya secara baik dan benar (MENPAN, 2002:25). Yang dimaksud profesional adalah kemampuan, keahlian atau keterampilan seseorang dalam bidang tertentu yang ditekuninya sedemikian rupa dalam kurun waktu tertentu yang relatif lama sehingga hasil kerjanya bernilai tinggi dan diakui serta diterima masyarakat (MENPAN, 2002:14). 

Dalam buku yang ditulis oleh Kunandar yang berjudul ”Guru Profesional Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, (2007:45)” disebutkan pula bahwa profesionalisme berasal dari kata “profesi” yang artinya suatu bidang pekerjaan yang ingin atau akan ditekuni oleh seseorang. Profesi juga diartikan sebagai suatu jabatan atau pekerjaan tertentu yang mensyaratkan pengetahuan dan keterampilan khusus yang diperoleh dari pendidikan akademis yang intensif. Jadi, profesi adalah ”suatu pekerjaan atau jabatan yang menuntut keahlian tertentu”. 

Dengan demikian, Kunandar mengemukakan profesi guru adalah keahlian dan kewenangan khusus dalam bidang pendidikan, pengajaran, dan pelatihan yang ditekuni untuk menjadi mata pencaharian dalam memenuhi kebutuhan hidup yang bersangkutan. Guru sebagai profesi berarti guru sebagai pekerjaan yang mensyaratkan kompetensi (keahlian dan kewenangan) dalam pendidikan dan pembelajaran agar dapat melaksanakan pekerjaan tersebut secara efektif dan efisien serta berhasil guna. 

Adapun mengenai pengertian profesionalisme itu sendiri adalah, suatu pandangan bahwa suatu keahlian tertentu diperlukan dalam pekerjaan tertentu yang mana keahlian itu hanya diperoleh melalui pendidikan khusus atau latihan khusus (Arifin 1995-105). Profesionalisme guru merupakan kondisi, arah, nilai, tujuan dan kualitas suatu keahlian dan kewenangan dalam bidang pendidikan dan pengajaran yang berkaitan dengan pekerjaan seseorang yang menjadi mata pencaharian. Sementara itu, guru yang profesional adalah guru yang memiliki kompetensi yang dipersyaratkan untuk melakukan tugas pendidikan dan pengajaran. 

Dengan kata lain, maka dapat disimpulkan bahwa pengertian guru profesional adalah orang yang memiliki kemampuan dan keahlian khusus dalam bidang keguruan sehingga ia mampu melakukan tugas dan fungsinya sebagai guru dengan kemampuan maksimal. Guru yang profesional adalah orang yang terdidik dan terlatih dengan baik, serta memiliki pengalaman yang kaya di bidangnya (Kunandar 2007:46-47). 

Undang-undang tentang Guru dan Dosen profesi guru harus memiliki prinsip-prinsip profesional seperti yang tercantum pada pasal 5 ayat 1, yaitu : profesi guru dan dosen merupakan bidang pekerjaan khusus yang memerlukan prinsip-prinsip profesional sebagai berikut : 
  1. Memiliki bakat, minat, panggilan jiwa dan idealisme;
  2. Memiliki kualifikasi pendidikan dan latar belakang pendidikan sesuai dengan bidang tugasnya;
  3. Memiliki kopetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugasnya;
  4. Mematuhi kode etik profesi;
  5. Memiliki hak dan kewajiban dalam melaksanakan tugas;
  6. Memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerjanya;
  7. Memiliki kesempatan untuk mengembangkan profesinya secara berkelanjutan;
  8. Memperoleh perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas profesionalnya;
  9. Memiliki organisasi profesi yang berbadab hukum. 
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pada prinsipnya profesionalisme guru adalah guru yang dapat menjalankan tugasnya secara profesional, yang memiliki ciri-ciri antara lain adalah ”Ahli di Bidang teori dan Praktek”. Guru profesional adalah guru yang menguasai ilmu pengetahuan yang diajarkan dan ahli mengajarnya (menyampaikannya). Dengan kata lain guru profesional adalah guru yang mampu membelajarkan peserta didiknya tentang pengetahuan yang dikuasainya dengan baik. 

Suatu pekerjaan dikatakan sebagai jabatan profesi salah satu syaratnya adalah pekerjaan itu memiliki organisasi profesi dan anggota-anggotanya senang memasuki organisasi tersebut. Guru sebagai jabatan profesional seharusnya guru memiliki organisasi ini. Fungsi organisasi profesi selain untuk melindungi kepentingan anggotannya juga sebagai dinamisator dan motivator anggota untuk mencapai karir yang lebih baik (Kartadinata dalam Meter 1999:31). Konsekuensinya organisasi profesi turut mengontrol kerja anggota, bagaimana para anggota dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. PGRI sebagai salah satu organisasi guru di Indonesia memiliki fungsi : 
  1. Menyatukan seluruh kekuatan dalam satu wadah;
  2. Mengusahakan adanya satu kesatuan langkah dan tindakan;
  3. Melindungi kepentingan anggotannya;
  4. Menyiapkan program-program peningkatan kemampuan para anggotanya;
  5. Menyiapkan fasilitas penerbitan dan bacaan dalam rangka peningkatan kemampuan profesional, dan;
  6. Mengambil tindakkan terhadap anggota yang melakukan pelanggaran baik administratif maupun psychologis. 
Keahlian guru dalam melaksankan tugas-tugas kependidikan diperoleh setelah menempuh pendidikan keguruan tertentu, dan kemampuan tersebut tidak dimiliki oleh warga masyarakat pada umumnya yang tidak pernah mengikuti pendidikan keguruan. Ada beberapa peran yang dapat dilakukan guru sebagai tenaga pendidik, antara lain :
  • Sebagai pekerja profesional dengan fungsi mengajar, membimbing dan melatih;
  • Pekerja kemanusiaan dengan fungsi dapat merealisasikan seluruh kemampuan kemanusiaan yang dimiliki;
  • Sebagai petugas kemashalakatktan dengan fungsi mengajar dan mendidik masyarakat untuk menjadi warga negara yang baik. Peran guru yang seperti ini menuntut pribadi harus memiliki kemampuan managerial dan teknis serta prosedur kerja sebagai ahli serta keihlasan bekerja yang dilandaskan pada panggilan hati untuk melayani orang lain (Kartadinata dalam Meter 1999:45). 
Sebagai jabatan profesional guru dituntut untuk memiliki kode etik, seperti yang dinyatakan dalam Konvensi Nasioanal Pendidikan I pada tahun 1998, bahwa profesi adalah pekerjaan yang mempunyai kode etik yaitu norma-norma tertentu sebagai pegangan atau pedoman yang diakui serta dihargai oleh masyarakat. Kode etik bagi suatu organisasi sangat penting dan mendasar sebab, kode etik ini merupakan landasan moral dan pedoman tingkah laku yang dijunjung tinggi oleh setiap anggotanya. Kode etik berfungsi untuk memotivasi setiap anggotanya guna meningkatkan diri, dan meningkatkan layanan profesionalismenya demi kemaslahatan orang lain (Kartadinata dalam Meter 1999:43). 

Setiap guru harus memiliki otonomi dan rasa tanggungjawab. Otonomi dalam artian dapat mengatur diri sendiri, berarti guru harus memiliki sikap mandiri dalam melaksanakan tugasnya. Kemandirian seorang guru dicirikan dengan dimilikinya adalah kemampuan untuk membuat pilihan nilai, dapat menentukan dan mengambil keputusan sendiri dan dapat mempertanggung jawabkan keputusan yang dipilihnya (Kartadinata dalam Meter 1999:47). 

Pendidikan mempunyai peran sentral dalam membangun masyarakat untuk mencapai kemajuan. Guru sebagai tenaga pendidik memiliki peran penting dalam mencerdaskan kehidupan masyarakat tersebut. Untuk itulah guru dituntut memiliki pengabdian yang tinggi kepada masyarakat khususnya dalam membelajarkan anak didik (Kartadinata dalam Meter 1999:53). Dalam melaksanakan tugas pengabdian pada masyarakat hendaknya didasari atas dorongan atau panggilan hati nurani, sehingga guru akan merasa senang dalam melaksanakan tugas berat mencerdaskan anak didik. 

Sedangkan Usman (2004:24) membedakan kompetensi guru menjadi dua, yaitu kompetensi pribadi dan kompetensi profesional. Kemampuan pribadi meliputi pengertian antara lain sebagai berikut : 1) kemampuan mengembangkan keperibadian; 2) kemampuan berinteraksi dan berkomunikasi, dan; 3) kemampuan melaksanakan bimbingan dan penyuluhan. 

Sedangkan kompetensi profesional meliputi pengertian antara lain sebagai berikut : 
  1. Penguasaan terhadap landasan kependidikan, dalam kompetensi ini termasuk (a) memahami tujuan pendidikan; (b) mengetahui fungsi sekilah di masyarakat; (c) mengenal prinsip-prinsip psikologis pendidikan;
  2. Menguasai bahan pengajaran, artinya guru harus memahami dengan baik materi pelajaran yang diajarkan, penguasaan terhadap materi pokok yang ada pada kurikulum maupun bahan pengayaan;
  3. Kemampuan menyusun program pengajaran, kemampuan ini mencakup kemampuan menetapkan kopetensi belajar, mengembangkan bahan pelajaran dan mengembangkan strategi pembelajaran, dan;
  4. Kemampuan menyusun perangkat penilaian hasil belajar dan proses pembelajaran.

MOTIVASI

Pengertian Motivasi
 

Motivasi berasal dari kata latin “movere" yang berarti "dorongan" atau "menggerakkan". Motivasi (motivation) dalam manajemen hanya ditujukan untuk sumber daya manusia umumnya dan bawahan khususnya. Motivasi mempersoalkan bagaimana caranya mengarahkan daya dan potensi bawahan agar mau bekerjasama secara produktif berhasil mencapai dan mewujudkan tujuan yang telah ditentukan.

Menurut Abraham Sperling mengemukakan bahwa motivasi itu didefinisikan sebagai suatu kecenderungan untuk beraktivitas, mulai dari dorongan dalam diri (drive) dan diakhiri dengan penyesuaian diri (dalam Mangkunegara, 2000:93). Selanjutnya Mangkunegara (2001:68), mengatakan bahwa motivasi terbentuk dari sikap (attitude) seorang pegawai dalam menghadapi situasi (situation) kerja. Motivasi merupakan kondisi yang menggerakkan diri pegawai yang terarah untuk mencapai tujuan organisasi (tujuan kerja). Sedangkan menurut Buhler, (2004:191) memberikan pendapat tentang pentingnya motivasi sebagai berikut : “motivasi pada dasarnya adalah proses yang menentukan seberapa banyak usaha yang akan dicurahkan untuk melaksanakan pekerjaan”. Motivasi atau dorongan untuk bekerja ini sangat menentukan bagi tercapainya sesuatu tujuan, maka manusia harus dapat menumbuhkan motivasi kerja setinggi-tingginya bagi para karyawan dalam perusahaan. 

Pengertian dalam motivasi erat kaitannya dengan timbulnya suatu kecenderungan untuk berbuat sesuatu guna mencapai tujuan. Ada hubungan yang kuat antara kebutuhan motivasi, perbuatan atau tingkah laku, tujuan dan kepuasan, karena setiap perubahan senantiasa berkat adanya dorongan motivasi. Motivasi timbul karena adanya suatu kebutuhan dan karenanya perbuatan tesebut terarah pencapaian tujuan tertentu. Apabila tujuan telah tercapai maka akan tercapai kepuasan dan cenderung untuk diulang kembali, sehingga lebih kuat dan mantap. 

Sedangkan pendapat Akhmad Sudrajat (2008:1) memberikan difinisi sebagai berikut: 
" motivasi dapat diartikan sebagai kekuatan (energi) seseorang yang dapat menimbulkan tingkat persistensi dan entusiasmenya dalam melaksanakan suatu kegiatan, baik yang bersumber dari dalam diri individu itu sendiri (motivasi intrinsik) maupun dari luar individu (motivasi ekstrinsik). Seberapa kuat motivasi yang dimiliki individu akan banyak menentukan terhadap kualitas perilaku yang ditampilkannya, baik dalam konteks belajar, bekerja maupun dalam kehidupan lainnya. "
Linawati (2006:6) mengungkapkan motivasi merupakan masalah kompleks dalam organisasi, karena keinginan setiap anggota organisasi berbeda satu dengan yang lainnya. Hal ini berbeda karena setiap anggota organisasi adalah unik secara biologis maupun psikologis, dan berkembang atas dasar proses belajar yang berbeda pula. Lain lagi halnya dengan yang dikatakan Nawawi (2001:351), bahwa kata motivasi (motivation) kata dasarnya adalah motif (motive) yang berarti dorongan, sebab atau alasan seseorang melakukan sesuatu. Dengan demikian motivasi berarti suatu kondisi yang mendorong atau menjadikan sebab seseorang melakukan suatu perbuatan/kegiatan, yang berlangsung secara sadar. 

Sedangkan Menurut Bernard Berendoom dan Gary A. Stainer (dalam Sedarmayanti, 2001:66). Kootz et al. (dalam Ali,1999:115) mendefinisikan motivasi, yaitu :
" sebagai suatu reaksi yang diawali dengan adanya kebutuhan yang menimbulkan keinginan atau upaya mencapai tujuan, selanjutnya menimbulkan ketegangan, kemudian menyebabkan timbulnya tindakan yang mengarah pada tujuan dan akhirnya dapat memuaskan. "
Dengan demikian menurut Sudarwan Danim (2004:2) pengertian motivasi yang lebih lengkap menurut motivasi diartikan sebagai kekuatan, dorongan, kebutuhan, semangat, tekanan, atau mekanisme psikologis yang mendorong seseorang atau sekelompok orang untuk mencapai prestasi tertentu sesuai dengan apa yang dikehendakinya. Motivasi paling tidak memuat 3 (tiga) unsur esensial, yakni :
  1. Faktor pendorong atau pembangkit motif, baik internal maupun eksternal;
  2. Tujuan yang ingin dicapai, dan;
  3. Strategi yang diperlukan oleh individu atau kelompok untuk mencapai tujuan tersebut. 
Berdasarkan pendapat para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa tidak ada motivasi jika tidak dirasakan adanya kebutuhan dan kepuasan serta ketidak seimbangan. Rangsangan terhadap hal-hal yang termaksud akan menumbuhkan tingkat motivasi, dan motivasi yang telah tumbuh akan merupakan dorongan untuk mencapai tujuan pemenuhan kebutuhan atau pencapaian keseimbangan. Motiv merupakan suatu dorongan kebutuhan dari dalam diri pegawai yang perlu dipenuhi agar pegawai tersebut dapat menyesuaikan diri terhadap lingkungannya, sedangkan motivasi adalah kondisi yang menggerakkan pegawai agar mampu mencapai tujuan dari motifnya. 

Motivasi seringkali diartikan ke dalam istilah dorongan. Dorongan atau tenaga tersebut merupakan gerak jiwa dan jasmani untuk berbuat. Jadi motif tersebut merupakan suatu driving force (penggerak) yang menggerakkan manusia untuk bertingkah-laku, dan didalam perbuatanya itu mempunyai tujuan tertentu, setiap tindakan yang dilakukan oleh manusia selalu dimulai dengan motivasi (niat). Dengan demikian bahwa pentingnya peranan motivasi dalam proses pembelajaran perlu dipahami oleh pendidik agar dapat melakukan berbagai bentuk tindakan atau bantuan kepada siswa. Motivasi dirumuskan sebagai dorongan, baik yang diakibatkan faktor dari dalam maupun luar siswa, untuk mencapai tujuan tertentu guna memenuhi atau memuaskan suatu kebutuhan. Dalam konteks pembelajaran maka kebutuhan tersebut berhubungan dengan kebutuhan untuk belajar. Dalam teori behaviorisme menjelaskan motivasi sebagai fungsi rangsangan (stimulus) dan respons, sedangkan apabila dikaji menggunakan teori kognitif, motivasi merupakan fungsi dinamika psikologis yang kompleks dan rumit, melibatkan kerangka berpikir siswa terhadap berbagai aspek perilaku.

KINERJA

Pengertian Kinerja
 
Istilah kinerja berasal dari kata ”Job Perfomance” atau ”Actual Performance” (prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang dicapai oleh seseorang). Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia yang diterbitkan oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1996:503) menerangkan bahwa kinerja mengandung arti : (1) sesuatu yang dicapai; (2) prestasi yang diperhatikan; (3) kemampuan kerja. Sedangkan pendapat Simamora (2002:423) memberi batasan kinerja, kinerja merupakan terjemahan dari bahasa Inggris, “performance” atau “job performance” tetapi dalam bahasa Inggrisnya sering disingkat menjadi “performance” saja. Kinerja dalam bahasa Indonesia disebut juga prestasi kerja. Kinerja atau dengan kata lain prestasi kerja (performance) diartikan sebagai “ungkapan kemampuan yang didasari oleh pengetahuan, sikap, keterampilan dan motivasi dalam menghasilkan sesuatu”. Prestasi kerja (performance) diartikan sebagai “suatu pencapaian persyaratan pekerjaan tertentu yang akhirnya secara langsung dapat tercermin dari output yang dihasilkan baik kuantitas maupun mutunya”. Pengertian di atas menyoroti kinerja berdasarkan hasil yang dicapai seseorang setelah melakukan pekerjaan. 

Menurut Lembaga Administrasi Negara (LAN) dalam Sedarmayanti (2001:50) mengemukakan, “performance” diterjemahkan menjadi “kinerja”, juga berarti prestasi kerja, pelaksanaan kerja, pencapaian kerja atau hasil kerja/unjuk, kerja/penampilan kerja. Sedang August W. Smith dalam kutipan Sedarmayanti menyatakan bahwa performance atau kinerja adalah: “…. Output drive from processes, human or otherwise”, jadi dikatakannya bahwa kinerja merupakan hasil atau keluaran dari suatu proses. 

Sedangkan Menurut Anwar P.M, (2005:67) pengertian kinerja adalah ”hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggungjawab yang diberikan kepadanya”. Kinerja pada dasarnya adalah apa yang dilakukan atau tidak dilakukan karyawan (Robert L. Mathis dan John H. Jackson, 2002:78). Kinerja karyawan mempengaruhi seberapa banyak kontribusi karyawan kepada organisasi yang antara lain adalah: kuantitas output, kualitas output, jangka waktu output, kehadiran di tempat kerja, sikap kooperatif. 

Sedangkan menurut Hasibuan (2002:87) pengertian penilaian prestasi handal dalam kegiatan menejer untuk mengevaluasi prilaku prestasi kerja karyawan serta menetapkan kebijaksanaan selanjutnya, dan penilaian prestasi verja hádala menilai hasil kerja nyata dengan estándar kualitas maupun kuantitas yang dihasilkan setiap karyawan. Perilaku yang dimaksud adalah penilaian penilaian terhadap: kesetiaan; kejujuran; kemampuan; kerjasama; loyalitas; dedikasi, dan; partisipasi karyawan. 

Menurut pendapat Faustino Cardosa Gomes dalam A.A. Anwar Prabu Mangkunegara, (2005:9) mengemukakan definisi kinerja adalah : “sebagai ungkapan seperti output, efisiensi serta efektivitas sering dihubungkan dengan produktivitas”. Sedangkan menurut Bambang Kusriyanto dalam A.A. Anwar Prabu Mangkunegara (2005:9) kinerja adalah: “perbandingan hasil yang dicapai dengan peran serta tenaga kerja per satuan waktu (lazimnya per jam)”. 

Sedangkan Menurut A.A. Anwar Prabu Mangkunegara (2005:9) sendiri adalah : “kinerja karyawan (prestasi kerja) adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggungjawab yang diberikan kepadanya”. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa kinerja SDM adalah prestasi kerja, atau hasil kerja (output) baik kualitas maupun kuantitas yang dicapai SDM per satuan periode waktu dalam melaksanakan tugas kerjanya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.” 

Penilaian prestasi kerja merupakan usaha yang dilakukan pimpinan untuk menilai hasil kerja bawahannya. Menurut Leon C. Mengginson dalam A.A. Anwar Prabu Mangkunegara, (2005:10), penilaian prestasi kerja (performance appraisal) adalah : “suatu proses yang digunakan pimpinan untuk menentukan apakah seorang karyawan melakukan pekerjaannya sesuai dengan tugas dan tanggungjawabnya”. Selanjutnya lain lagi yang dikatakan oleh Andrew E. Sikula (dalam A.A. Anwar Prabu Mangkunegara, 2005:10) mengemukakan bahwa penilaian pegawai merupakan evaluasi yang sistematis dari pekerjaan pegawai dan potensi yang dapat dikembangkan. Penilaian dalam proses penafsiran atau penentuan nilai, kualitas atau status dari beberapa obyek orang ataupun sesuatu barang. 

Kinerja seseorang merupakan kombinasi dari kemampuan, usaha dan kesempatan yang dapat dinilai dari hasil kerjanya (Sulistiyani, 2003:223). Sedangkan menurut Bernardin dan Russell (dalam Sulistiyani 2003:223-224), menyatakan bahwa kinerja merupakan catatan outcome yang dihasilkan dari fungsi pegawai tertentu atau kegiatan yang dilakukan selama periode waktu tertentu. Sedangkan menurut Suyadi, (1999:2) kinerja (performance) adalah hasil kerja yang dapat dicapai seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing, dalam rangka mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral maupun etika. 

Menurut Yaslis Ilyas (1999:55) mengatakan bahwa kinerja adalah : “penampilan hasil karya personel baik kualitas maupun kuantitas dalam suatu organisasi”. Kinerja dapat merupakan penampilan individu maupun kelompok personel. Penampilan hasil karya tidak terbatas pada personel yang memangku jabatan fungsional maupun struktural, tetapi juga kepada keseluruhan jajaran personel di dalam organisasi. 

Deskripsi dari kinerja menyangkut tiga komponen penting, yaitu adalah sebagai berikut : “tujuan, ukuran dan penilaian”. Penentuan tujuan dari setiap unit organisasi merupakan strategis untuk meningkatkan kinerja, tujuan ini akan memeberikan arah dan mempengaruhi bagaimana seharusnya perilaku kinerja yang diharapkan organisasi terhadap setiap personel. Walaupun demikian penentuan tujuan saja tidaklah cukup, sebab itu dibutuhkan ukuran apakah seorang personel telah mencapai kinerja yang diharapkan. Aspek dari ketiga definisi kinerja adalah penilaian. 

Penilaian kinerja secara reguler yang dikaitkan dengan proses pencapaian tujuan kinerja setiap personel. Tindakan ini akan membuat personel untuk senantiasa berorientasi terhadap tujuan yang hendak dicapai. Dengan demikian jelaslah bahwa pengertian kinerja dengan deskrifsi tujuan, ukuran operasional dan penilaian reguler mempunyai peran penting dalam merawat dan meningkatkan motivasi personel. Dari uraian ini, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa kinerja adalah hasil kerja seseorang terhadap pelaksanaan tugas sesuai dengan wewenang dan tanggungjawab yang dilakukan secara legal dalam rangka pencapaian tujuan organisasi yang telah ditentukan. 

Penilaian kinerja menurut Yaslis Ilyas (1999:77) adalah : “proses menilai hasil karya personel dalam suatu organisasi melalui instrumen penilaian kinerja”. Pada hakekatnya, penilaian kinerja merupakan evaluasi terhadap penampilan kerja personel dengan membandingkannya dengan standar baku penampilan. Kegiatan penilaian kerja ini membantu pengambilan keputusan bagian personalia dan memberikan umpan balik kepada para personel tentang pelaksanaan kerja mereka. 

Selanjutnya menurut Yaslis Ilyas (1999:74) penilaian kerja adalah menjelaskan penilaian kerja mencakup faktor-faktor antara lain sebagai berikut : 
  1. Pengamatan yang merupakan proses menilai dan menilik perilaku yang ditentukan oleh sistem pekerjaan.
  2. Ukuran yang dipakai untuk mengatur prestasi kerja seorang personel dibandingkan dengan uraian pekerjaan yang telah ditetapkan oleh personel tersebut.
  3. Pengembangan yang bertujuan untuk memotivasi personel mengatasi kekurangannya dan mendorong yang bersangkutan untuk mengembangkan kemampuan dan potensi yang ada pada dirinya. 
Dengan demikian penilaian kerja dapat didefinisakan sebagai proses formal yang dilakukan untuk mengevaluasi tingkat pelaksanaan pekerjaan atau unjuk kerja (performance oppraisal) seorang personel dan memberikan umpan balik untuk kesesuaian tingkat kinerja (performance review) atau penilaian personel (employee apraisal) atau evaluasi personel (employee evaluation). 


Hakekat Kinerja Pegawai 
Lingkungan kerja dan iklim kerja yang kondusif diharapkan mampu mendorong setiap orang atau karyawan untuk meningkatkan kinerjanya (performance), sehingga dengan sendirinya akan diperoleh peningkatan kualitas pelayanan masyarakat secara optimal. Dengan demikian hakikat peranan kinerja pegawai adalah memperbaiki kesalahan-kesalahan kerja yang diakibatkan oleh karena perbedaan berbagai dimensi seperti sikap, perilaku, persepsi, kepatuhan dan tanggungjawab serta perbedaan karakteristik kepribadian orang-orang dalam organisasi, dengan memberikan contoh-contoh membimbing dan mengarahkan berdasarkan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku. Disamping itu perlu dibantu motivasi kerja dengan meberikan reward (penghargaan) kepada mereka yang berhasil mencapai prestasi di atas. 

Menurut Philips (1986:117) yang mana mengatakan, bahwa guna mencapai kinerja perlu dilakukan rekayasa desain organisasi, penataan perilaku pegawai, pendidikan dan pelatihan, peningkatan kesejahteraan pegawai, perbaikan manajemen, pemberian penghargaan dan lain-lain. Hal ini dimaksudkan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas kerja kepada masyarakat umum, dengan demikian pelayanan kepada masyarakat umum dapat mencapai hasil yang diharapkan akan sangat ditentukan oleh sejauh mana kinerja pegawai ditingkatkan. Peningkatan kinerja pegawai ini sekaligus merupakan gambaran dari peningkatan produktivitas kerja suatu organisasi. 

Sedangkan Robbins (1997:113) mengatakan kinerja merupakan kesuksesan seseorang didalam melaksanakan suatu pekerjaan. Lain lagi halnya dengan yang dikatakan Lawter dan Porter, (dalam Davis dan Newstorm 1995:154), berpendapat bahwa kinerja merupakan “succesfull role achievement” yang diperoleh seseorang dari perbuatannya. 

Dengan demikian jika dirujuk dari rangkaian defenisi di atas, maka secara umum kinerja dapat diartikan sebagai hasil-hasil yang telah dicapai individu; kemampuan seseorang dalam melaksanakan tugas, dan; prestasi yang diperhatikan selama melaksanakan tugas yang telah diembankan kepadanya. 

Sedangkan yang berkaitan dengan penelitian ini, kinerja pegawai dapat dipelajari dari: 
  • Hasil-hasil yang telah dicapai oleh pegawai, antara lain meliputi: tugas-tugas rutin; tugas-tugas khusus; tugas-tugas spesifik yang diberikan pimpinan;
  • Kemampuan pegawai dalam melaksanakan tugas;
  • Prestasi yang diperlihatkan. Hasil-hasil yang telah dicapai oleh pegawai dapat lagi diuraikan kedalam beberapa hal antara lain dalam melaksanakan. 
Adapun kemampuan pegawai dalam melaksanakan tugas dapat diuraikan ke dalam beberapa hal berikut ini : (a) kemampuan umum; (b) kemampuan khusus; (c) kemampuan fisik; (d) keterampilan dasar yang dimiliki pegawai dalam melaksankan tugasnya. Prestasi yang diperlihatkan dapat dibagi kedalam beberapa rentang waktu baik selama bertugas dilembaga tersebut, maupun sebelum dan sesudahnya. 

Berdasarkan uraian diatas, kinerja pegawai dalam penelitian ini dapat diartikan sebagai hasil-hasil kerja yang telah dicapat pegawai, dengan indikator sebagai berikut: 
  • Proses merencanakan;
  • Mengorganisasikan;
  • Mengevaluasi pekerjaan kuantitas dan kualitas kerja yang telah dihasilkan pegawai dalam mengemban tugasnya selama, sebelum dan setelah bekerja. 

Mengukur Kinerja Guru 
Untuk mengukur guru, berikut disajikan beberapa pendapat menurut pengertian operasional, sebagaimana dikutif oleh Mulyasa (2005:136-137) menjelaskan sebagagai berikut :

Model Vroomian
Vroom mengemukakan bahwa “Performance = f (Ability x Motivation)”. Menurut model ini kinerja seseorang merupakan fungsi perkalian antara kemampuan (ability) dan motivasi. Hubungan perkalian tersebut mengandung arti bahwa : jika seseorang rendah pada salah satu komponen maka prestasi kerjanya akan rendah pula. Kinerja seseorang yang rendah merupakan hasil dari motivasi yang rendah dengan kemampuan yang rendah. 
Model Lawler dan Porter 
Lawler (dalam Mulyasa, 2005:136) mengemukakan bahwa : “Performance = Effort x Ability x Role Perceptions”. Effort adalah banyaknya energy yang dikeluarkan seseorang dalam situasi tertentu, abilities adalah karakteristik individu seperti inteligensi, keterampilan, sifat sebagai kekuatan potensial untuk berbuat dan melakukan sesuatu. Sedangkan role perceptions adalah kesesuaian antara usaha yang dilakukan seseorang dengan pandangan atasan langsung tentang tugas yang seharusnya dikerjakan. Hal yang baru dalam model ini adalah “role perceptions”, sebagai jenis perilaku yang paling cocok dilakukan individu untuk mencapai sukses. 
Model Ander dan Butzin 
Ander dalam Mulyasa, (2005:137) mengajukan model kinerja sebagai berikut : “Future Performance = Pas t Performance + (motivation x ability)”. Jika semua teori tentang kinerja dikaji, maka didalamnya melibatkan dua komponen utama yakni “ability” dan “motivasi”. Perkalian antara ability dan mkotivasi menjadi sangat popular, sehingga banyak sekali dikutip oleh para ahli dalam membicarakan kinerja. Misalnya Mitchell (1987:33) mengadakan pengukuran terhadap “Performance = Ability x Motivation”. 

Pada penelitian ini, pengukuran kinerja menggunakan model Ander dan Butzin. Model terakhir ini menunjukan bahwa kinerja merupakan hasil interaksi antara motivasi dengan ability, orang yang tinggi ability-nya tetapi rendah motivasinya, akan menghasilkan kinerja yang rendah, demikian halnya orang yang bermotivasi tinggi tetapi ability-nya rendah. Kinerja mempunyai hubungan erat dengan produktivitas karena merupakan indikator dalam manentukan usaha untuk mencapai tingkat produktivitas organisasi yang tinggi. Sehubungan dengan hal tersebut maka upaya untuk mengadakan penilaian terhadap kinerja organisasi merupakan yang penting. 

Kinerja dapat diartikan sebagai proses pelaksanaan kerja dan hasil kerja. Sedangkan “kerja” dapat dilihat dari baik tidaknya setiap pegawai sebagai akibat dari pelaksanaan tugas tersebut. Sedangkan indikator kinerja guru dapat diketahui setelah KBM, proses interaksi KBM, evaluasi dan pengembangan profesi. 


Indikator Kinerja dan Penilaian Kinerja 
Bagi setiap organisasi, penilaian terhadap kinerja merupakan kegiatan yang sangat penting, karena penilaian tersebut dapat digunakan sebagai ukuran keberhasilan suatu organisasi dalam kurun waktu tertentu. Penilaian tersebut dapat juga dijadikan input bagi perbaikan atau peningkatan kinerja pegawai dan organisasi secara keseluruhan. 

Handoko (1992:785) mendefinisikan penilaian kinerja atau prestasi kerja (performance appraisal) adalah proses suatu organisasi mengevaluasi atau menilai prestasi kerja karyawan. Kegiatan ini dapat mempengaruhi keputusan-keputusan personalia dan memberikan umpan balik kepada para karyawan tentang pelaksanaan kerja mereka. 

Masih menurut Handoko (1992:785) mengemukakan adapun kegunaan penilaian kinerja adalah sebagai berikut :
  1. Mendorong orang ataupun karyawan agar berperilaku positif atau memperbaiki tindakan mereka yang di bawah standar;
  2. Sebagai bahan penilaian bagi manajemen apakah karyawan tersebut telah bekerja dengan baik, dan;
  3. Memberikan dasar yang kuat bagi pembuatan kebijakan peningkatan organisasi. 
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penilaian kinerja adalah proses suatu organisasi mengevaluasi atau menilai kerja karyawan. Apabila penilaian prestasi kerja dilaksanakan dengan baik, tertib, dan benar akan dapat membantu meningkatkan motivasi berprestasi sekaligus dapat meningkatkan loyalitas para anggota organisasi yang ada di dalamnya, dan apabila ini terjadi akan menguntungkan organisasi itu sendiri. Oleh karena itu penilaian kinerja perlu dilakukan secara formal dengan kriteria-kriteria yang telah ditetapkan oleh organisasi secara obyekti. 

Simamora (1999:415) mendefinisikan penilaian kinerja adalah alat yang berfaedah tidak hanya untuk mengevaluasi kerja dari para karyawan, tetapi juga untuk mengembangkan dan memotivasi kalangan karyawan. Dalam penilaian kinerja tidak hanya semata-mata menilai hasil fisik, tetapi pelaksanaan pekerjaan secara keseluruhan yang menyangkut berbagai bidang seperti: kemampuan, kerajinan, disiplin, hubungan kerja atau hal-hal khusus sesuai bidang tugasnya semuanya layak untuk dinilai. 

Menurut Lester R Bittel dan Jhon W. Newstrom (1996:216) ada tiga alasan perlunya dilakukan penilaian terhadap kinerja pegawai yaitu :
  1. Untuk mendorong perilaku yang baik atau memperbaiki serta mengikis prestasi di bawah standar.
  2. Untuk memuaskan rasa ingin tahu karyawan tentang seberapa baik kerja kerja yang telah dilakukannya.
  3. Untuk memberi landasan yang kuat bagi pengambilan keputusan selanjutnya sehubungan dengan karier seorang karyawan. 
Dari penjelasan tersebut diatas, tujuan dari penilaian kinerja diarahkan untuk terciptanya suatu pemerintahan yang baik (good governance) untuk menciptakan suatu sinergi yang bersifat konstruktif antara pemerintah, swasta dan masyarakat. Menurut penjelasan Djaman Satari (dalam Ida Bagus Alit Ana, 1994:35) mengemukakan indikator prestasi kerja guru atau kinerja guru berupa mutu proses pembelajaran yang sangat dipengaruhi oleh guru dalam : 
  1. Menyusun desain instruksional;
  2. Menguasai metode-metode mengajar dan menggunakannya sesuai dengan sifat kegiatan belajar murid;
  3. Melakukan interaksi dengan murid yang menimbulkan motivasi yang tinggi sehingga murid-murid merasakan kegiatan belajar-mengajar yang menyenangkan;
  4. Menguasai bahan dan menggunakan sumber belajar untuk membangkitkan proses belajar aktif melalui pengembangan keterampilan proses;
  5. Mengenal perbedaan individual murid sehingga ia mampu memberikan bimbingan belajar, dan;
  6. Menilai proses dan hasil belajar, memberikan umpan balik kepada murid dan merancang program belajar remedial. 
Berkenaan dengan kepentingan dalam penilaian terhadap kinerja guru. Georgia Departemen of Education telah mengembangkan teacher performance assessment instrument yang kemudian dimodifikasi oleh Depdiknas menjadi Alat Penilaian Kemampuan Guru APKG). Alat Penilaian kemampuan guru, meliputi: Rencana Pembelajaran (Teaching Plans and Materials) atau disebut dengan RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran); Prosedur Pembelajaran (Classroom Procedure), dan; Hubungan Antar Pribadi (Interpersonal Skill). 

Sedangkan indikator penilaian terhadap kinerja guru dilakukan terhadap tiga kegiatan pembelajaran dikelas yaitu :
Perencanaan Program Kegiatan Pembelajaran 
Dalam tahap perencanaan dalam kegiatan pembelajaran adalah tahap yang berhungungan dengan kemampuan guru menguasai bahan ajar. Kemampuan guru dapat dilihat dari cara atau proses penyusunan program kegiatan pembelajaran yang dilakukan oleh guru, yaitu mengembangkan silabus serta rencana pembelajaran (RPP). Adapun unsur atau komponen yang ada dalam silabus terdiri dari: Identitas Silabus; Standar Kompetensi (SK); Kompetensi Dasar (KD); Materi pembelajaran; Kegiatan Pembelajaran; Indikator; Alokasi Waktu; Sumber pembelajaran. Program pembelajaran jangka waktu singkat sering dikenal dengan istilah RPP, yang merupakan penjabaran lebih rinci dan spesifik dari silabus, ditandai oleh adanya komponen-komponen: Identitas RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran); Standar Kompetensi (SK); Kompetensi Dasar (SD); Indikator; Tujuan Pembelajaran; Materi Pembelajaran; Metode Pembelajaran; Langkah-langkah Kegiatan; Sumber Pembelajaran dan; Penilaian.

Pelaksanaan Kegiatan Pembelajaran 
kegiatan pembelajaran di kelas adalah inti penyelenggaraan pendidikan yang ditandai oleh adanya kegiatan pengelolaan kelas, penggunaan media dan sumber belajar, dan penggunaan metode serta strategi pembelajaran. Semua tugas tersebut merupakan tugas dan tanggungjawab guru yang secara optimal dalam pelaksanaanya menuntut kemampuan guru. 
  • Pengelolaan Kelas, kemampuan menciptakan suasana kondusif dikelas guna mewujudkan proses pembelajaran yang menyenangkan adalah tuntutan bagi seorang guru dalam pengelolaan kelas. Kemampuan guru dalam memupuk kerjasama dan disiplin siswa dapat diketahui melalui pelaksanaan piket kebersihan, ketepatan waktu masuk dan keluar kelas, melakukan absensi setiap akan memulai proses pembelajaran, dan melakukan pengaturan tempat duduk siswa. Kemampuan lainnya dalam pengelolaan kelas adalah pengaturan ruang atau setting tempat duduk siswa yang dilakukan pergantian, tujuannya memberikan kesempatan belajar secara merata kepada siswa. 
  • Penggunaan Media dan Sumber Belajar, kemampuan lainnya dalam pelaksanaan pembelajaran yang perlu dikuasai guru disamping pengelolaan kelas adalah menggunakan media dan sumber belajar. Media adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan (materi pembelajaran), merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan kemampuan siswa, sehingga dapat mendorong proses pembelajaran. (Ibrahim dan Syaodih, 2004:78). 

Sedangkan yang dimaksud dengan sumber belajar adalah buku pedoman. Kemampuan menguasai sumber belajar disamping mengerti dan memahami buku teks, seorang guru juga harus berusaha mencari dan membaca buku-buku atau sumber-sumber lain yang relevan guna meningkatkan kemampuan terutama untuk keperluan dan pendalaman materi, dan pengayaan dalam proses pembelajaran. Kemampuan menggunakan media dan sumber belajar tidak hanya menggunakan media yang sudah tersedia seperti media cetak, media audio, dan media audio visual. Tetapi kemampuan guru disini lebih ditekankan pada penggunaan objek nyata yang ada disekitar sekolahnya. Dalam kenyataan dilapangan guru dapat memanfaatkan media yang sudah ada (by utilization) seperti globe, peta, gambar dan sebagainya, atau guru dapat mendesain media untuk kepentingfan pembelajaran (by design) seperti membuat media foto, film, pembelajaran berbasis komputer, dan sebagainya. 


Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja 
Para pimpinan organisasi sangat menyadari adanya perbedaan prestasi kerja antara satu karyawan dengan karyawan lainnya yang berada di bawah pengawasannya. Secara garis besar perbedaan kinerja ini disebabkan oleh dua faktor (Asad, 1991:49), yaitu: faktor individu dan situasi kerja. 

Menurut Gibson, et al (dalam Srimulyo, 1999:39), ada tiga perangkat variabel yang mempengaruhi perilaku dan prestasi kerja atau kinerja, yaitu :
  1. Variabel individual, adapun yang terdiri dari variabel individual, yaitu sebagai berikut: kemampuan dan keterampilan yaitu mental dan fisik; latar belakang yaitu keluarga, tingkat sosial, penggajian, dan; demografis yaitu umur, asal usul, jenis kelamin.
  2. Variabel organisasional, adalah terdiri dari sumberdaya, kepemimpinan, imbalan, struktur, dan desain pekerjaan.
  3. Variabel psikologis, adalah terdiri dari persepsi, sikap, kepribadian, belajar dan motivasi. 
Menurut Tiffin dan Mc. Cormick dalam (Srimulyo, 1999:40) ada dua variabel yang dapat mempengaruhi kinerja, yaitu: 
  1. Variabel individual, adapun yang terdiri dari variabel situasional, yaitu: sikap dan karakteristik; sifat-sifat fisik; minat dan motivasi; pengalaman; umur dan jenis kelamin, dan; pendidikan, serta faktor individual lainnya.
  2. Variabel situasional, adapun yang terdiri dari variabel situasional, yaitu sebagai berikut : (1) faktor fisik dan pekerjaan, adapun yang meliputi dari pada faktor fisik dan pekerjaan antara lain adalah: metode kerja, kondisi dan desain perlengkapan kerja, penataan ruang dan lingkungan fisik (penyinaran, temperatur, dan fentilasi); (2) faktor sosial dan organisasi, sedangkan yang meliputi dari pada faktor fisik dan pekerjaan antara lain adalah: peraturan-peraturan organisasi, sifat organisasi, jenis latihan dan pengawasan, sistem upah dan lingkungan sosial. 
Dalam organisasi, termasuk organisasi sebuah sekolah terdapat faktor-faktor yang dapat menimbulkan ketidak efektifan kinerja guru. William B. Castetter (dalam Sedarmayanti, 2001:53-54) menyatakan bahwa beberapa organisasi untuk mengetahui tingkat kinerja personil yang efektif dan sumber utama kinerja yang tidak efektif adalah dengan memperhatikan atau menilai beberapa faktor, diantaranya seperti pada tabel berikut ini. 

Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa kinerja atau prestasi kerja guru adalah keberhasilan guru dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar yang bermutu. Tugas mengajar merupakan tugas utama guru dalam sehari-hari di sekolah. Kita tidak bisa menyamakan kinerja guru dengan kinerja pegawai, walaupun sama-sama berkedudukan sebagai pegawai negeri sipil. Kinerja suatu organisasi akan sangat dipengaruhi oleh variabel-variabel yang ada didalamnya. Dalam suatu sekolah, antara guru yang satu dengan guru yang lain mempunyai kinerja yang berbeda. 

Menurut Keith Devis (1964:484) perbedaan ini disebabkan oleh dua faktor yang mempengaruhi kinerja yaitu faktor kemampuan (ability) dan faktor motivasi (motivation), dijelaskan bahwa kinerja yang dihasilkan antara guru tersebut karena adanya faktor-faktor individu yang berbeda seperti faktor kemampuan dan faktor motivasi yang ada pada diri guru, yaitu berikut ini :
  1. Faktor kemampuan (ability), diterangkan bahwa kemampuan (ability) pegawai (karyawan) terdiri dari kemampuan potensi (IQ), dan kemampuan reality (knowledge + skill). Artinya, jika karyawan memiliki IQ diatas rata-rata (IQ 110-120) dengan pendidikan yang memadai untuk jabatannya dan terampil dalam mengerjakan pekerjaan sehari-hari, maka akan mudah mencapai kinerja yang diharapkan.
  2. Faktor motivasi (motivation), motivasi ini terbentuk dari sikap (attitude) seorang guru dalam menghadapi situasi (situation) kerja. Motivasi merupakan kondisi yang menggerakkan kondisi diri guru, yang terarah untuk mencapai tujuan organisasi (tujuan kerja). Sedangkan sikap mental merupakan kondisi mental yang mendorong diri guru untuk berusaha mencapai kinerja secara maksimal.
  3. Faktor komunikasi, menurut Dwidjowijoto (2004:26) komunikasi adalah perekat dalam organisasi, menjadi penghubung mempererat rantai-rantai manajemen untuk menggerakan organisasi dalam mencapai tujuannya serta meningkatkan kinerja. 
Sedankan menurut Anwar (2005:67-68) ada beberapa faktor yang mempengaruhi pencapaian kinerja, yaitu:
  1. Faktor kemampuan (ability), secara psikologis, kemampuan (ability) pegawai terdiri dari kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan reality (knowledge + skill). Artinya, setiap pegawai yang memiliki IQ di atas rata-rata dengan pendidikan yang memadai untuk jabatanya dan terampil dalam mengerjakan pekerjaannya, maka ia akan lebih mudah mencapai kinerja yang diharapkan. Oleh karena itu, pegawai perlu ditempatkan sesuai dengan keahliannya.
  2. Faktor motivasi (motivation), motivasi terbentuk dari sikap seorang pegawai dalam menghadapi situasi kerja. Motivasi merupakan kondisi yang menggerakan diri pegawai yang terarah untuk mencapai tujuan organisasi. Sikap mental yang mendorong diri pegawai untuk berusaha mencapai kinerja secara maksimal. Sikap mental seorang pegawai harus sikap mental yang siap secara psikofisik (siap secara mental, fisik, tujuan dan situasi). Dengan demikian artinya, seorang pegawai harus memiliki sikap mental, mampu secara fisik, memahami tujuan utama dan target kerja yang akan dicapai, mampu memanfaatkan, dan menciptakan situasi kerja. 

Kinerja Guru Profesional dalam Peningkatan Mutu Pendidikan 
Menurut Ali (2002:4), kinerja guru dapat diukur dari kemampuannya dalam menjalankan tugas merupakan efisiensi dan efektivitas seorang manajer, yaitu baik laki-laki maupun perempuan diharuskan menentukan dan mencapai objektivitas yang memadai. Berkaitan dengan hal tersebut, guru dapat dikatakan sebagai seorang manajer yang memilki kewajiban untuk mengelola, membimbing dan mengarahkan peserta didik mencapai prestasi yang gemilang. Oleh karena itu, guru harus mampu melakukan kegiatan-kegiatan dalam menstransfer ilmu pengetahuan dan teknologi kepada peserta didik dengan tepat. Artinya antara konsep yang dibuat dan pelaksanaan di lapangan merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan atau tidak tumpang tindih antara program yang disusun dengan aplikasi. Selanjutnya, berbicara kinerja guru erat kaitannya dengan cara mengadakan penilaian terhadap pekerjaan seseorang sehingga perlu ditetapkan standar kinerja atau standard performance. 

Menurut Sudjatmiko (2003:9) bahwa standar kompetensi guru yang dicapai melalui performance atau unjuk kerja yang dapat diukur dengan indikator tertentu. Dalam penerapannya hal ini standar kompetensi ini dikaitkan dengan kemampuan atau profesionall guru dalam melaksanakan tugas. Kemudian sayle (dalam Mulyasa, 2005:137) mengungkapkan bahwa :
“ Managers expected to be held to standard of accountability and most managers prefer to have their established unambigously, so they know where to carry out their energies. In effect the standard established a target, and at the and of the target periode (week, month or year) both maneger and boss can compare the expected standard of performance with the actual level or achievement. ” 
Kutipan di atas menunjukan bahwa standar kinerja guru perlu dirumuskan sebagai tolak ukur dalam mengadakan perbandingan antara apa yang dilakukan dengan yang diharapkan, kaitannya dengan pekerjaan atau jabatan yang telah dipercayakan kepada seseorang. Standar dapat pula dijadikan ukuran dalam mengadakan pertanggungjawabankan terhadap sesuatu yang telah dilakukan.